Translate your Languages

Rabu, 04 April 2012

SEMANGKA!!!


Sunday, 22 January 2012

Suatu siang yang terik, terdapat dua orang sahabat sedang berjalan pulang dari sekolah. Kedua anak itu bernama Jona dan Jeka. Jona berperawakan lebih cuek dan dingin, dan berbanding terbalik dengan sahabatnya,  Jeka, yang lebih supel dan sangat senang tertawa.
Saat perjalanan pulang, Jona menanyakan pada Jeka tentang perkembangan bulutangkis yang akhir-akhir ini mulai merosot, kebetulan Jeka adalah penggemar berat bulutangkis dan merupakan atlet lokal di daerahnya.
“Jek, menurut loe bulutangkis di Indonesia itu gimana sich? “, Tanya Jona.
“Menurut gue sekarang Indonesia lagi krisis pemain handal. Lagian masak cuma anak Pelatnas aja yang di pikirin. Emang di daerah lain nggak ada yang sehebat mereka yang ada di Pelatnas?”, Timpal Jeka.
“Memangnya ada gitu pemain yang lebih hebat dari atlet Pelatnas? Kayaknya nggak ada deh, Jek!”, ujar Jona.
“Loe ini gimana sich, Jon. Loe udah lama sahabatan sama gue, masak nggak tau tentang atlet daerah yang hebat?”, Ujar Jeka.
“Emang loe pernah cerita gitu ke gue kalau ada pemain dari daerah kita yang hebat? Kayaknya nggak pernah deh?”, jawab Jona.
“Wah… Parah loe, Jon! Gue ini kan sudah lama gabung klub bulutangkis di daerah kita, dan yang gue maksud atlit yang hebat dari daerah kita itu ya GUE! Gue kan the next Lee Chong Wei. Hahahaha” , jawab Jeka tegas.
“Hu... gue kira siapa! Eh, ternyata atlet lokal tanpa gelar!”, ujar Jona.
“Tenang… Tenang… gue akan berusaha pas seleksi Pelatnas minggu depan!”, jawab Jeka.
“Terserahlah! Loe ini emang rada aneh!”, jawab Jona.
Dan pada perempatan jalan mereka berpisah.
* * *
Sore harinya.
“Jon, loe ntar malem ada acara nggak? Jalan yuk… Sekalian cuci mata gitu!”, sahut Jeka di seberang telefon.
“Ha… Apa?... Nggak ah… Aku lagi males. Lagian gue lagi kanker nie, Jek!”, jawab Jona rada linglung karena baru bangun tidur.
“Eits… Tumbenan loe nolak tawaran gue?! Ayolah, Jek! Masak iya sich loe betah tiap hari lihat cewek yang itu-itu aja di sekolah?”, Tanya Jeka.
“Gue ini bukan loe kali! Lagian biasanya kan loe tiap malem minggu latihan. Kok sekarang nggak? Katanya mau jadi yang lebih hebat dari anak-anak yang ada di Pelatnas?”, Tanya Jona.
“Ya… Untuk satnite kali ini gue lagi males latihan! Males kalau tiap malem minggu latihan!”, jawab Jeka.
“Entar kalau ditanya Pak Sahi di sekolah? Loe mau jawab apa?”, Tanya Jona.
“Ya… Bilang ajak di ajak Jona keluar! Hahahaha”, jawab Jeka.
“Enak banget! Nggak ah… Gue nggak mau!”, ujar Jona marah.
“Hahahaha Santai, Jon. Gue yang mau nanggung. Gue nggak akan bawa-bawa nama loe deh”, jawab Jeka.
“Jangan Cuma janji, Jek. Janji traktir bakso aja nggak pernah di tepati. Jadi nggak yakin!”, jawab Jona.
“Berapa tahun sich kita sahabatan? Masak loe nggak percaya-percaya sama gue? Oke? Loe jemput gue ya?”, ujar Jeka.
“Busyet!!! Parah… Loe yang ngajak, biasanya loe yang jemput”, timpal Jona gusar.
“Gue janji deh, Jon. Entar kalau gue lulus seleksi Pelatnas, gue ganti uang bensin loe plus gue traktir loe makan!”, yakin Jeka.
“Ya… Kalau lulus? Kalau nggak?”, tanya Jona ragu.
“Mangkanya loe do’ain gue, biar gue lulus terus bisa ganti bensin loe. Hahaha!”, jawab Jeka.
“Terserahlah… Ya sudah, gue mau mandi dulu. Gara-gara loe nih!”, ujar Jona.
“Ya… Cepat deh loe mandi. Eh, jangan lupa loe do’ain gue biar lulus seleksi. Oke?”, ujar Jeka.
“Dasar… Sableng loe, Jek!”, jawab Jona seraya menutup telefon.
* * *
Malam harinya di rumah Jeka.
“Permisi... Jeka... Jeka...”, teriak Jona.
“Eh… Kak Jona. Silahkan duduk, kak. Cari siapa?”, Tanya adik Jeka yang di ketahui bernama Zua.
“Jeka-nya ada, dek? Tadi sudah janji mau pergi”, jawab Jona.
“Ah… Kak Jona jangan bohong. Masak mau  ketemu aku aja pake alasan cari kak Jeka segala. Langsung bilang aja, kak. Zua nggak punya cowok kok, kak!”, cerocos Zua.
Jona hanya tersenyum dan berkata dalam hati. “Wah… Parah nih cewek! Lebih parah dari Jeka!”.
“Ngapain sich kak pake senyum segala. Aku jadi GR nie”, ujar Zua.
Jona hanya diam dan hanya mengernyitkan dahi. Lalu tiba-tiba Jeka datang. “Jon, loe udah datang dari tadi? Kok nggak bilang-bilang sich”, Tanya Jeka.
”Owh jadi bener mau pergi ma kakak? Tadi kak Jona bilang mau cari kak Jeka, tapi aku kira pasti cuma alasan buat ketemu sama aku!”, jawab Zua.
“Jon… Jon… Anak SMP aja loe mau!”, ejek Jeka.
“Ya udah, ayo berangkat!”, ajak Jona sinis.
“Ayo… Dari tadi gitu!”, jawab Jeka senang.
“Hm… Dek, entar kalau Mama sama Papa tanya, bilang aja kakak lagi beli raket sama kak Jona!” ujar Jeka pada Zua.
”Oke, kak. Sekalian aku mau bilang ke Mama kalau kak Jona juga sempat nyariin aku”, jawab Zua sambil nyengir kuda.
“Ya… Terserah kamulah! Cepat masuk!”, ujar Jeka lagi.
“Dasar… Kakak sama adek nggak ada bedanya ya? Sama-sama narsis dan PD-nya tinggi banget!” sahut Jona setengah berbisik.
“Ya… Itulah, Jon. Keluarga yang unik tapi bahagia. Hahahaha”, jawab Jeka.
Setelah itu mereka berangkat dan berkeliling kota guna menghabiskan malam minggu. Pukul 22.30 WIB mereka pulang, tapi sebelumnya Jona harus mengantarkan Jeka terlebih dahulu.
“Makasih, Jon. Loe memang sahabat paling baik. Gue janji deh, lulus seleksi Pelatnas”, ujar Jeka mantap.
“Heh… Usaha dan buktikan. Latihan aja nggak. Mana bisa masuk Pelatnas. Buktinya jadi nggak ada deh”, ujar Jona.
“Tenang, Jon. Ini keyakinan dari hati. Gue janji akan berusaha sekuat tenaga dan kalo gue menang, gue bakal kasih sureprice buat loe! Loe tunggu aja! Oke?”, jelas Jeka.
“Gue tunggu janji loe, Jek!”, jawab Jona.
“Peganglah janji gue, Jon. Pasti gue tepati!”, ujar Jeka.
“Ya sudah… Gue pulang dulu ya! Salam deh ke Mama dan Papa loe yah!”, ujar Jona.
“Ok… Hati-hati, Jon. Jangan lupa dukung gue pas seleksi Pelatnas minggu depan!”, teriak Jeka.
“Sip… Tenang aja. Bye, Jek!”, sahut Jona.
“Makasih… Hati-hati ya, Jon!”, ujar Jeka lagi.
* * *
Seminggu telah berlalu dan seleksi Pelatnas pun dimulai. Jona yang berjanji akan menyaksikan pertandingan Jeka belum juga datang. Hingga akhirnya pertandingan Jeka akan dimulai, Jona tetap tidak muncul. Perasaan kecewa menggelayuti hati Jeka. Tapi dia bertekad akan bermain bagus dan percaya bahwa Jona akan datang menyaksikan pertandingannya.
Di dalam GOR tampak keluarga Jeka sudah siap menyemangati Jeka. Mereka membawa tetabuhan untuk menyemangati Jeka. Zua pun menyisakan satu bangku di sampingnya untuk Jona. Tapi hingga pertandingan berjalan, Jona tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Pertandingan pun dimulai. Tanpa di duga Jeka menang dalam R1, R2, Quarter Finals, dan Semifinals. Dan tinggal selangkah lagi Jeka akan lulus seleksi Pelatnas. Jika Jeka berhasil memenangkan pertandingan di babak final, maka dia akan berangkat ke Jakarta mewakili daerahnya.
“Hore bentar lagi, kak! Sedikit lagi kakak bakal ke Jakarta! Jadi atlet! Ketemu koko Simon Santoso dan atlet lainnya, kak!”, ujar Zua senang tapi Jeka tidak menghiraukan Zua karena Jeka sedang berfikir dimana Jona sekarang. Kenapa hingga detik itu juga Jona belum datang.
“Haduh... Si Jona kemana sich? Kok nggak dateng-dateng! Bentar lagi kan final, terus kalo gue menang, gue bakal kasih sureprice ke siapa? Dia-nya aja nggak dateng!”, gerutu Jeka.
“Oh iya, kak. Nih ada sms dari kak Jona. Belum aku baca kok!”, ujar Zua sambil menyerahkan hape Jeka.

Dari : Jona
Jek, m”f yah gw g bs dtng. Good luck ja bwt loe ^^

Begitulah isi sms Jona untuk Jeka. “Apa-apaan nih si Jona! Padahal gue berjuang juga buat dia! Tapi dia malah nggak ngehargain gue!”, gerutu Jeka lagi.
“Jek, tuh udah di panggil. Kesana gih! Semangat ya, Jek!!!”, ujar Mamanya menyemangati Jeka.
                    * * *
Babak final pun akan dimulai. Sedangkan Jona tidak kunjung datang. Jeka melihat ke seluruh tribun penonton. Berharap Jona terselip di antara penonton. Tapi nihil. Namun Jeka yakin bahwa Jona akan datang, sebentar lagi.
Pertandingan akan segera di mulai. Lawan Jeka kali ini adalah Donny Pranata dari klub kuat yaitu Tangkis. Pada awal pertandingan, Jeka sedikit susah melayani permainan Donny. Donny sempat memimpin 12-6 dan menutup set pertama dengan skor 21-11. Pada set ke-2, Jeka nampaknya sudah dapat sedikit membaca permainan Donny. Terjadi kejar-kejaran angka dalam set ke-2. Ketika skor 19-19, terjadi reli-reli panjang yang menguras tenaga Donny dan Jeka. Tampaknya baik Donny maupun Jeka tidak ada yang mau mengalah, hingga mecapai skor 22-22. Namun dengan konsentrasi tinggi dan disiplin, Jeka berhasil mengakhiri set ke-2 dengan skor 28-26.
Memasuki set ke-3, Jeka tampak kelelahan. Begitu juga dengan Donny. Memasuki awal set-3, persaingan sangat ketat. Terjadi kejar-kejaran angka dari skor 6-6, 7-7, 8-8, dan Donny berhasil mencapai angka 11 lebih awal. Kondisi Jeka semakin tertekan, namun dia berusaha tenang dan tetap optimis. Setelah turun minum selama 2 menit, pertandingan di lanjutkan kembali. Donny yang memimpin 3 angka bermain lebih tenang, sedangkan Jeka sering membuat kesalahan sendiri yang membuatnya tertinggal 18-11. Namun karena factor kelelahan, konsentrasi dan kedisplinan yang di alami Donny yang sedikit turun, sehingga skornya dapat di susul Jeka. Skor imbang 18-18. Donny mencoba bangkit dengan menambah satu angka 19-18. Tetapi Jeka tidak pantang menyerah, dan dengan usaha yang gigih, Jeka dapat mengakhiri perjuangan Donny dengan skor 21-19. Dan akhirnya Jeka berhasil menjadi juara dan lulus seleksi Pelatnas serta akan menjalani pembinaan di markas Besar PBSI di Cipayung, Jakarta.
Sontak GOR menjadi bergemuruh. Semua penonton suka cita atas kemenangan Jeka. Zua dan orang tuanya berteriak dan melompat bahagia atas kemenangan Jeka.
Namun kebahagiaan tidak terlukis di wajah Jeka. Jeka masih mencari dan menanti kehadiran Jona. Hingga pertandingan berahkhir, Jona tidak datang. “Loe kemana sich, Jon?! Gue menang! Gue bakal jadi atlet! Ayo cepet dateng, Jon! Gue mau kasih kejutan buat loe!”, gumam Jeka dalam hati.
Pada saat prosesi pemberian hadiah, pembawa acara membacakan satu per satu juara seleksi Pelatnas tersebut. “Untuk juara tunggal putri, Afifah Lulu’ dari klub Sagas. Juara ganda putra, Irwanto Yogie dan Raka Yudha dari klub Ramierez. Juara ganda campuran adalah Deby Rihar dan Rizal Astaman dari klub Zalbie. Juara ganda putri dari klub Gynery adalah Ririn Martini dan Dinda Claudia. Serta juara tunggal putra yaitu Jeka Wiratama dari klub Jojekazu”, ujar pembawa acara dengan semangat.
“Mbak, boleh pinjam mik-nya?”, tanya Jeka.
“Oh iya silahkan, mas!”, jawab sang pembawa acara.
“Selamat sore semuanya. Hari ini saya sangat bahagia dengan kemenangan saya. Saya bahagia bahwa cita-cita saya untuk menjadi atlet akan segera terwujud. Namun detik ini, kebahagiaan itu terasa menguap begitu saja. Salah satu alasan saya ingin menang adalah ingin membuktikan pada sahabat saya. Tapi saya tidak tahu mengapa sampai detik saya tidak melihat kedatangannya. Saya yakin meski saya tidak melihat kedatangannya, tapi dia pasti mendengar kata-kata saya ini. Hanya satu yang ingin saya katakan untuk dia, Kemenangan ini buat loe, Jon! Buat loe, Jonatan Christie! Gue yakin loe denger gue!”. Setelah itu Jeka keluar dari GOR. Dan memilih untuk sendiri.
                    * * *
“Sudahlah, Jek. Jona pasti punya alasan sendiri untuk tidak datang hari ini. Mama yakin meski tidak datang, dia pasti doain kamu.”, ujar Mama menenangkan Jeka.
“Jeka ngerti, Ma. Tapi Jona nggak kasih tahu kenapa nggak bisa datang! Itu yang Jeka kecewain, Ma!”, jawab Jeka marah.
“Kalian kan udah sahabatan lama. Menurut Mama, Jona nggak pernah kan ninggalin kamu? Cuma sekali kok di tinggal ma Jona. Udah deh, Jek. Percaya sama Jona!”, ujar Mamanya lagi.
“Permisi, Bu. Ini loh tadi ada kiriman buat mas Jeka. Berhubung tadi nggak ada orang, jadi di titipin ke saya.”, ujar tetangga Jeka sambil menyerahkan kiriman kepada Mama Jeka.
“Makasih ya, Bu. Hm... Buat kamu nih, Jek!”, tukas Mama.
“Dari siapa, Ma?”, tanya Jeka.
“Nggak tau! Nih! Mama masuk dulu ya, Jek! Jangan sedih terus!”, ujar Mamanya sambil menepuk bahu Jeka pelan dan masuk ke dalam rumah.
“Ha? Raket? Dari siapa nih? Nggak ada nama pengirimnya. Hm... lumayan gue bawa ke Jakarta besok. Hahaha” ujar Jeka sambil menenteng raket itu ke dalam rumah.
                    * * *      
“Jek, tadi pagi-pagi banget Jona nelfon!”, ujar Mama.
“Jona?! Bilang apa dia, Ma?! Kok nggak bilang aku sich, Ma!”, cerocos Jeka kaget.
“Kamunya masih tidur. Kata Jona, dia minta maaf nggak bisa anter kamu hari ini!”, terang Mama.
“Nggak bisa nganter juga? Mama nggak tanya kenapa?”, tanya Jeka sedih.
“Aduh maaf ya, sayang. Mama lupa. Lagian tadi dia juga buru-buru. Udah bilang gitu langsung di putus telfonnya. Lagi ada urusan mungkin!”, ujar Mama.
“Urusan apa sich? Sibuk apa sich dia?! Sok banget! Nggak tau apa kalo sahabatnya bakal pergi?!”, ucap Jeka marah sambil masuk kamar dan membanting pintu kamarnya.
“Jeka.......”, Mama pun hanya bisa geleng-geleng kepala atas apa yang terjadi antara Jeka dan Jona.
                    * * *           
Saat keberangkatan Jeka ke Jakarta, semua keluarga Jeka mengantarkan Jeka. Mama tidak henti-hentinya menasehati Jeka agar tetap disiplin selama jauh dari orangtua. Jeka pun hanya mengiyakan saja perkataan Mamanya. Hingga akhirnya Jeka pun berangkat ke Jakarta. Jeka langsung mencium tangan Papa dan Mamanya sebelum pergi. Jeka pun tak lupa menasehati adiknya agar tidak nakal dan harus patuh pada perintah Mama dan Papa, dan tak lupa mencium kening adik kesayangannya itu.
Bus Jeka pun berangkat dan meninggalkan Papa, Mama, Adik, dan semua kenangan Jeka. Jeka sempat menangis ketika melihat lambaian tangan Mamanya. Jeka bertekad akan membanggakan Mama dan Papanya. Tiba-tiba handphone Jeka berbunyi.

Dari : Jona
Slmt jlan ya,jek. Smoga slmt smpe tujuan. God bless you ^^

Setelah membaca sms itu, Jeka langsung menelfon Jona. Namun tidak jua di angkat oleh Jona. Karena merasa jengkel, Jeka mengirim sms ancaman pada Jona. Kalo loe g angkat tlfn gw,anggap Qt bkn shbt!
Dan akhirnya Jona mau mengangkat telfon Jeka. Langsung saja Jeka memarahi Jona. Tanpa memberi kesempatan Jona berbicara.
“Loe tau gue udah usaha mati-matian buat menang, demi loe, Jon! Demi loe!”, hardik Jeka.
“Maafin gue, Jek. Sebenernya gue mau datang. Tapi keadaan gue nggak memungkinkan!”, jawab Jona pelan.
“Nggak memungkinkan apa? Loe punya alasan apa nggak datang?”, ucap Jeka marah.
“Jek, minggu lalu gue kecelakaan! Pas gue pulang dari rumah loe pas kita malmingan! Kaki gue patah! Jalan aja gue susah! Gue ngeliat kok pertandingan loe! Papa gue ngerekam pertandingan loe dari awal sampai final. Sampai loe ngucapin kejutan itu. Gue terkejut, Jek! Setelah gue liat rekaman itu, gue pengen nyamperin loe! Gue pengen meluk loe and ngucapin makasih ke loe! Tapi gue nggak bisa, Jek! Gue nggak bisa jalan!”, terang Jona sambil menangis.
“Aaaappa?? Kecelakaan? Kaki loe patah? Pulang malmingan sama gue? Kenapa loe nggak cerita ke gue, Jon?! Kenapa?”, tanya Jeka sedih.
“Gue nggak mau buat konsentrasi loe buyar! Gue pengen loe menang! Gue pengen loe menang buat gue! Dan gue harap raket pemberian gue bisa membuat loe jadi atlet hebat!”, ujar Jona lagi.
“Jadi ini raket dari loe? Maafin gue ya, Jon. Gue udah salah ngenilai loe. Maafin gue juga udah buat loe kayak gitu. Coba aja gue nurutin mau loe untuk nggak pergi malmingan, mungkin ini nggak terjadi,”, ujar Jeka pelan. Suara Jeka bergetar menahan tangis. Air mata Jeka keluar tanpa terkendali. Jeka merasa bersalah pada Jona.
“Nggak apa-apa kok, Jek. Loe semangat yah disana. Jaga kesehatan, jangan keluyuran terus! Latihan yang bener!”, nasehat Jona.
“Iya, Jon. Gue bakal jadi atlet hebat. Biar loe bangga sama gue! Makasih ya, Jon. Dengan raket loe ini, gue pasti akan jadi atlet hebat!”, ujar Jeka lagi.
“Yaudah, gue mau check-up dulu ya, Jek. Kapan-kapan sambung lagi. Bye, Jek! SEMANGKA! Semangat Jeka!”, ujar Jona seraya menutup telfon.
“SEMANGJO! Semangat Jona! Cepet sembuh yah! Gue bakal buat loe bangga, Jon!”, ujar Jeka dalam hati seraya menatap raket pemberian Jona.
Setelah itu Jeka memulai karirnya sebagai atlet di markas besar PBSI dengan membawa misi membuat bangga Papa, Mama, Zua, dan juga Jona!

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar