Translate your Languages

Kamis, 08 Januari 2015

Tugas Kuliah Bahasa Indonesia TEKNOLOGI PETERNAKAN DALAM UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING MASYARAKAT PETERNAK



MAKALAH
TEKNOLOGI PETERNAKAN DALAM UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING MASYARAKAT PETERNAK

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester I Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen : Muhammad Hambali, M.Pd



















Disusun oleh :
DEBY TRI WULANDARI
135050100111138


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PETERNAKAN
MALANG
2013




Assalamu’alaikum wr. wb.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Makalah Bahasa Indonesia tentang Teknologi Peternakan dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Masyarakat Peternak.
Dalam makalah ini saya menjelaskan tentang penyebab masyarakat peternak kurang bersaing saat ini, cara yang harus dilakukan masyarakat peternak agar dapat bersaing saat ini, dan macam-macam teknologi peternakan yang ada di masyarakat. Saya  menyadari, dalam makalah  ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang saya  miliki. Tak lupa saya ucapkan terimakasih karena banyak pihak yang telah membantu saya dengan menyediakan sumber informasi dan memberikan masukan pemikiran. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa/mahasiswi Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya pada khususnya.
Akhir kata saya sampaikan terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.

  Malang, 2 Januari 2014
                              Hormat saya,


                               Deby Tri Wulandari

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………........  ii
BAB I : PENDAHULUAN.....................................................................................  1
I.1 Latar Belakang………………………………………………………. 1
I.2 Rumusan Masalah…………………………………………………...  2
I.3 Tujuan……………………………………………………………….  2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………...  3
BAB III : PEMBAHASAN……………………………………………………….  4
III.1 Penyebab Masyarakat Peternak Kurang Bersaing Saat Ini………    4
III.2 Cara yang Harus Dilakukan Masyarakat Peternak Agar Mampu Bersaing.……………………………………………………………….    5
III.3 Macam-macam Teknologi Peternakan……………………………   6
BAB IV : PENUTUP
IV.1 Simpulan…………………………………………………………... 10
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………            11





 

BAB I

PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang
                  Pertumbuhan populasi penduduk, urbanisasi serta pertumbuhan pendapatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia dalam dua dasa warsa ke depan akan sangat pesat.  Hal ini berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan pangan termasuk produk peternakan secara nyata.  Peningkatan kebutuhan pangan bukan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan,  namun juga disebabkan oleh perubahan pola konsumsi masyarakat termasuk diantaranya perubahan konsumsi protein nabati ke protein hewani. Revolusi peternakan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian proses yang saling terkait dalam hal produksi, konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Proses-proses tersebut diatas akan mendorong peningkatan kapasitas produksi saat ini.
                  Hasil ternak merupakan bagian dari produk pangan sebagaimana produk pangan yang lain seperti biji-bijian, sayuran, buah-buahan, perikanan, dan lain-lain. Oleh karena itu penerapan teknologi pada hasil-hasil ternak tidak terlepas dari pembahasan masalah teknologi pangan itu sendiri. Teknologi hasil ternak merupakan ilmu terapan yang dikenakan pada hasil-hasil ternak dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti ilmu kimia, biokimia, fisika, dan mikrobiologi. Winarno (1993) menyebutkan bahwa teknologi adalah suatu ilmu terapan yang memanfaatkan ilmu kimia, biokimia, fisika, fisikokimia, serta sifat biologis bahan pangan. Dengan demikian cakupan ilmu teknologi hasil ternak cukup luas. Lebih lanjut Winarno (1993) menjelaskan bahwa sifat kimiawi dari bahan pangan meliputi (a) komposisi protein, lemak dan karbohidrat, (b) reaksi kimia yang terjadi bila diolah, (c) interaksi antara zat-zat yang terkandung dalam bahan pangan itu dengan zat kimia aditif. Sedangkan sifat-sifat biokimia berkaitan erat dengan aktivitas enzimatis lepas mortem atau panen dan terhadap kehadiran bahan-bahan yang mempengaruhi aktivitas fisiologis seperti vitamin. Sifat fisik bahan pangan meliputi warna, berat jenis, indeks refraksi, viskositas, tekstur, dan berbagai konstanta panas. Sifat fisikokimia berkaitan erat dengan sifat-sifat suatu bentuk larutan, koloid, dan kristal yang terjadi di dalam makanan. Sedangkan sifat biologis dititikberatkan pada aspek mikrobiologis seperti aktivitas mikroorganisma yang terdapat pada bahan makanan baik yang terlibat pada proses fermentasi maupun pembusukan.
                  Pengetahuan teknologi (technological knowledge) merupakan pengetahuan mengenai proses-proses fisik yang secara operasional terwujud dalam teknologi.  Sehingga kemampuan berteknologi (tecnological capability) merupakan usaha untuk menggunakan tenaga teknologi secara efektif yang dapat dicapai melalui upaya teknologis (tecnological effort) .  Tujuan positifnya bagi manusia yang akan dicapai , sementara dampak sampingan yang negatif perlu diperkecil. Maka dari itulah masyarakat peternak perlu mengetahui dan mengenal teknologi peternakan agar dapat menunjang masyarakat peternak untuk dapat bersaing dan meningkatan mutu. Dari situlah yang menjadi latar belakang makalah ini yang berjudul Teknologi Peternakan dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Masyarakat Peternak.

I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah Teknologi Peternakan dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Masyarakat Peternak, yaitu :
1.      Apa penyebab yang membuat masyarakat peternak kurang bersaing saat ini?
2.      Bagaimana cara yang harus dilakukan masyarakat peternak agar mampu bersaing?
3.      Apa macam-macam dari teknologi peternakan yang ada di masyarakat?

I.3 Tujuan
Tujuan dalam makalah Teknologi Peternakan dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Masyarakat Peternak, yaitu :
1.      Untuk mengetahui penyebab yang membuat masyarakat peternakan kurang bersaing saat ini.
2.      Untuk mengetahui cara yang harus dilakukan masyarakat peternak agar mampu bersaing.
3.      Untuk mengetahui macam-macam dari teknologi peternakan yang ada di masyarakat.
4.      Sebagai nilai ujian akhir semester (UAS) mata kuliah Bahasa Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Teknologi adalah ilmu pengetahuan dan seni yang ditransformasikan ke dalam produk, proses, jasa, dan struktur terorganisasi yang pada dasarnya merupakan seperangkat instrumen ekspansi kekuasaan manusia sehingga dapat menjadi sumber daya cara baru untuk menciptakan kekayaan melalui peningkatan produktivitas. (M. Sahari Bahari, 2008)
Teknologi berhubungan dengan banyak aspek, tak terkecuali peternakan. Teknologi peternakan kini menjadi penting karena termasuk bidang yang mampu meningkatkan pembangunan di Indonesia. Tahun 2003 sebagai Tahun Kebangkitan Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia merupakan tahun yang penting bagi pembangunan agrobisnis berbasis peternakan nasional. Tahun kebangkitan peternakan didasari fakta bahwa pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang penting. Adapun salah satu tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara berkelanjutan, yang dilakukan dengan perbaikan gizi untuk mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi sebagai dasar pembentukan manusia Indonesia masa depan. Selain itu, pembangunan peternakan juga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, ketahanan pangan, pelestarian lingkungan hidup, dan devisa negara. (H. Rahmat Rukmana, 2005)









BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Penyebab Masyarakat Peternak Kurang Bersaing Saat Ini
               Saat ini masalah yang sedang dialami oleh masyarakat peternak di Indonesia adalah kurang mampunya mereka bersaing dalam dunia peternakan. Masalah tersebut sudah tentu oleh disebabkan oleh banyak hal, mulai dari perawatan ternak hingga produksi ternak.
               Beberapa penyebab masyarakat peternak kurang mampu bersaing, yaitu pertama, pendapatan peternak tradisional masih belum cukup untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Kenyataan ini berhubungan dengan menurunnya harga riil dari komuditas primer peternakan selama hampir 100 tahun, sedangkan harga riil produk olahannya, seperti ayam olahan (chicken nugget, fried chicken, sosis, dll) cenderung meningkat.
               Kedua, rendahnya produktivitas. Contohnya peternakan tradisional yang dikembangkan di pedesaan, keterbatasan kepemilikan lahan dan modal, tingkat pengetahuan dan teknologi yang minim menyebabkan semakin berkurangnya minat beternak yang akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas. Dan, status keterbelakangan seringkali diidentikan dengan peternak tradisional Indonesia
Ketiga, “kekalahan” peternak tradisional. Secara umum struktur usaha peternak di Indonesia di dominasi oleh peternak tradisional dengan jumlah peternak yang begitu banyak tetapi ouput per unit usaha relatif kecil dibandingkan dengan pasar. Peternakan didominasi oleh usaha peternak tradisional yang umumnya hanya berupa usaha sambilan keluarga sehingga  relatif kecil dan tidak memenuhi syarat skala ekonomis. Akibatnya, peternak hanya berperan sebagai price taker berhadapan dengan pengusaha yang secara spasial seringkali bersifat monopolistik dan oligopolistik.
Keempat, homogenitas pemeliharaan ternak. Adanya kecenderungan peternak tradisional diarahkan untuk menjadi peternak non lokal karena perputaran modal yang relatif cepat dibandingkan jenis ternak lokal (seperti ayam kampung, itik, kambing, sapi, dll). Disamping itu, informasi yang diberikan ke peternak baik melalui media massa maupun penyuluhan seakan-akan diarahkan untuk mendukung homogenitas pemeliharaan ternak, contoh pola kemitraan. Sehingga, budaya peternak tradisional secara tidak sadar tergeserkan dan akhirnya pola yang terkesan dipaksakan tersebut menyebabkan tingkat kerugian yang cukup besar.

III.2 Cara yang Harus Dilakukan Masyarakat Peternak Agar Mampu Bersaing
Dunia peternakan kedepan menghadapi tantangan besar. Alasannya, pertama, jumlah penduduk Indonesia yang semakin besar, dimana diikuti dengan tingkat konsumsi daging sapi, susu, daging dan telur ayam yang masih rendah sehingga membuka peluang yang cukup besar dimasa mendatang. Tercatat, Indonesia menduduki posisi terendah tingkat konsumsinya setelah Bangladesh di negara Asean yaitu daging (7,10 kg/kapita/tahun), telur (3,48 kg/kapita/tahun) dan susu (6,50 liter/kapita/tahun). Kedua, jagung dan tepung ikan yang merupakan bahan baku pakan ternak dan ketergantungannya terhadap impor cukup besar merupakan peluang usaha. Dan, ketiga, dalam jangka panjang bagaimana berorientasi ekspor meskipun diperlukan kerja keras.
Dengan melihat tantangan yang sekaligus potensi yang ada, maka diperlukan modernisasi peternakan sedini mungkin. Tentunya dengan tidak meninggalkan kondisi peternakan Indonesia yang didominasi oleh peternak tradisional.
Artinya, pembangunan peternakan kedepan tidak menimbulkan kesenjangan antara pihak industri yang mempunyai teknologi dengan modal dan pihak peternak tradisional yang minim teknologi dan modal. Sehingga pengembangan peternakan tersebut harus hati-hati.
Pengembangan peternakan jelas akan membentuk cara produksi  yang baru, sehingga akan tercipta formasi sosial yang baru pula. Formasi sosial merupakan gejala dimana dua atau lebih cara produksi hadir secara bersamaan dalam masyarakat, dan salah satu cara produksi mendominasi yang lainnya (Arief Budiman, 1995). Ketika suatu cara produksi kapitalis yang dominan, maka disebut formasi kapitalis, begitu pula ketika cara produksi trasidional atau feodal yang dominan (Arif Satria, 2001).
Konsep formasi sosial itu perlu dipahami sehingga masyarakat tidak melihat secara hitam dan putih. Memang dibutuhkan waktu yang lama untuk merombak formasi sosial tradisional menjadi formasi sosial kapitalis, sehingga dalam kondisi ini diperlukan transformasi dari formasi sosial kapitalis yang memiliki teknologi dan modal ke formasi sosial tradisional yang tidak memiliki teknologi dan modal. Dan, akhirnya tercipta suasana yang cair dalam membangun.

III.3 Macam-macam Teknologi Peternakan
Beberapa teknologi peternakan yang dapat digunakan masyarakat peternak untuk meningkatkan mutu dan daya saing dengan menggunakan penerapan prinsip bioteknologi dalam bidang peternakan antara lain sebagai berikut:
1.      Teknologi Transplantasi Nukleus
Teknologi ini lebih dikenal dengan teknologi kloning yaitu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan individu duplikasi (mirip dengan induknya). Teknologi kloning telah berhasil dilakukan pada beberapa jenis hewan. Salah satunya adalah pengkloningan domba yang dikenal dengan domba Dolly. Melalui kloning hewan, beberapa organ manusia untuk keperluan transplantasi penyembuhan suatu penyakit berhasil dibentuk.
2.      Teknik Inseminasi Buatan
Teknik ini dikenal dengan nama kawin suntik, adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan sperma yang telah dicairkan dan diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut “insemination gun”. Teknik inseminasi buatan memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Memperbaiki mutu genetika ternak.
b. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama.
c. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur.
d. Mencegah menularan dan penyebaran penyakit kelamin.
3. Transfer Embrio
Apabila kawin suntik memfokuskan pada sperma jantan, maka transfer embrio tidak hanya potensi dari jantan saja yang dioptimalkan, melainkan potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal.
Teknik transfer embrio ini, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer pada induk titipan dengan kualitas yang tidak perlu bagus tetapi memiliki kemampuan untuk bunting.
Embrio yang akan ditransfer ke resipien disimpan dalam foley kateter dua jalur yang steril (tergantung ukuran serviks). Sebelum dilakukan panen embrio, bagian vulva dan vagina dibersihkan dan disterilkan dengan kapas yang mengandung alcohol 70%. Embrio yang didapat dapat langsung di transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada waktu lain.
4.   Teknologi Transgenik
Hewan transgenik adalah hewan yang telah mengalami rekayasa genetika sehingga dihasilkan hewan dengan sifat yang diharapkan. Teknologi transgenik pada hewan dilakukan dengan cara penyuntingan fragmen DNA secara mikro ke dalam sel telur yang telah mengalami pembuahan. Tujuan dari teknologi ini adalah meningkatkan produk dari hewan ternak seperti daging susu, dan telur.
Contoh dari hewan yang mengalami teknologi ini adalah domba transgenik. Jadi DNA domba ini disisipi dengan gen manusia yang disebut factor VIII ( merupakan protein pembeku darah). Berkat penyusupan gen tersebut, domba menghasilkan susu yang mengandung factor VIII yang dapat dimurnikan untuk menolong penderita hemophilia.
Rekayasa genetika juga dapat melestarikan spesies langka. Sebagai contoh, sel telur zebra yang sudah dibuahi lalu ditanam dalam kuda spesies lain. Spesies lain yang dipinjam rahimnya ini disebut surrogate. Hal ini sudah diterapkan pada spesies keledai yang hamper punah di Australia. Teknik pelestarian dengan rekaya genetika berguna, dengan alasan:
a. Induk dari spesies biasa dapat melahirkan anak dari spesies langka.
b.  Telur hewan langkah yang sudah dibuahi dapat dibekukan, lalu disimpan bertahun-tahun meskipun induknya sudah mati. Jika telah ditemukan surrogate yang sesuai, telur tadi ditransplantasi.
5. Hormon BST (Bovine Somatotrophin)
Dengan rekayasa genetika dihasilkan hormon pertumbuhan dewan yaitu BST. Caranya adalah:
a. Plasmid bakteri E.Coli dipotong dengan enzim endonuklease
b. Gen somatotropin sapi diisolasi dari sel sapi
c. Gen somatotropin disisipkan ke plasmid bakteri
d. Bakteri yang menghasilkan bovin somatotropin ditumbuhan dalam tangki fermentasi
e. Bovine somatotropin diambil dari bakteri dan dimurnikan.
Hormon ini dapat memicu pertumbuhan dan meningkatkan produksi susu. BST ini mengontrol laktasi (pengeluaran susu) pada sapi dengan meningkatkan jumlah sel-sel kelenjar susu. Jika hormon yang dibuat dengan rekayasa genetika ini disuntuikkan pada hewan, maka produksi susu akan meningkat 20%.
Pemakaian BST telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration), lembaga pengawasan obat dan makanan di Amerika. Amerika berpendapat nsusu yang dihasilkan karena hormon BST aman di konsumsi tapi di Eropa hal ini dilarang karena penyakit mastitis pada hewan yang diberikan hormon ini meningkat 70%. Selain memproduksi susu, hormon ini dapat memperbesar ukuran ternak menjadi 2 kali lipat ukuran normal. Caranya dengan menyuntik sel telur yang akan dibuahi dengan hormon BST. Daging dari hewan yang diberi hormon ini kurang mengandung lemak. Sehingga dikhawatirkan hormon ini dapat mengganggu kesehatan manusia.



















BAB IV
PENUTUP

IV.1 Simpulan
Saat ini masalah yang sedang dialami oleh masyarakat peternak di Indonesia adalah kurang mampunya mereka bersaing dalam dunia peternakan. Masalah tersebut sudah tentu oleh disebabkan oleh banyak hal, mulai dari perawatan ternak hingga produksi ternak.
               Beberapa penyebab masyarakat peternak kurang mampu bersaing, yaitu pertama, pendapatan peternak tradisional masih belum cukup untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Kedua, rendahnya produktivitas. Ketiga, “kekalahan” peternak tradisional. Keempat, homogenitas pemeliharaan ternak.
Pengembangan peternakan jelas akan membentuk cara produksi  yang baru, sehingga akan tercipta formasi sosial yang baru pula. Formasi sosial merupakan gejala dimana dua atau lebih cara produksi hadir secara bersamaan dalam masyarakat, dan salah satu cara produksi mendominasi yang lainnya.
Beberapa teknologi peternakan yang dapat digunakan masyarakat peternak untuk meningkatkan mutu dan daya saing dengan menggunakan penerapan prinsip bioteknologi dalam bidang peternakan, yaitu teknologi transplantasi nukleus, tehnik inseminasi buatan, transfer embrio, teknologi transgenik, dan hormone BST (Bovine Somatotrophin).




DAFTAR PUSTAKA

Basari, M. Sahari. 2008. Teknologi di Nusantara : 40 Abad Hambatan Inovasi.  Jakarta:  Salemba Teknika.
Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rukmana, H. Rahmat. 2005. Budi Daya Rumput Unggul. Yogyakarta:  Kanisius.
Satria, Arif. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Cidesindo.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Indonesia: Gramedia Pustaka.



Read More..