MAKALAH
TEKNOLOGI PETERNAKAN DALAM
UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING MASYARAKAT PETERNAK
Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester I
Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen : Muhammad
Hambali, M.Pd
Disusun oleh :
DEBY TRI WULANDARI
135050100111138
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PETERNAKAN
MALANG
2013
Assalamu’alaikum wr. wb.
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Makalah Bahasa Indonesia
tentang Teknologi Peternakan
dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Masyarakat Peternak.
Dalam makalah
ini saya
menjelaskan tentang penyebab masyarakat peternak kurang bersaing saat
ini, cara yang harus dilakukan masyarakat peternak agar dapat bersaing saat
ini, dan macam-macam teknologi peternakan yang ada di masyarakat. Saya
menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini disebabkan terbatasnya
kemampuan, pengetahuan,
dan pengalaman yang saya
miliki.
Tak lupa saya ucapkan
terimakasih karena banyak pihak yang telah membantu saya dengan menyediakan sumber
informasi dan
memberikan masukan pemikiran. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat
membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.
Semoga Makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan mahasiswa/mahasiswi
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya pada khususnya.
Akhir
kata saya sampaikan terima kasih.
Wassalamualaikum
wr. wb.
Hormat saya,
Deby Tri Wulandari
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………........ ii
BAB I :
PENDAHULUAN..................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang………………………………………………………. 1
I.2 Rumusan Masalah…………………………………………………... 2
I.3 Tujuan………………………………………………………………. 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………... 3
BAB III : PEMBAHASAN………………………………………………………. 4
III.1 Penyebab Masyarakat Peternak Kurang Bersaing
Saat Ini……… 4
III.2 Cara yang Harus Dilakukan Masyarakat Peternak
Agar Mampu Bersaing.………………………………………………………………. 5
III.3 Macam-macam Teknologi Peternakan…………………………… 6
BAB IV : PENUTUP
IV.1 Simpulan…………………………………………………………... 10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 11
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pertumbuhan
populasi penduduk, urbanisasi serta pertumbuhan pendapatan masyarakat di negara
berkembang termasuk Indonesia dalam dua dasa warsa
ke depan akan sangat pesat. Hal ini berimplikasi terhadap peningkatan
kebutuhan pangan termasuk produk peternakan secara nyata. Peningkatan
kebutuhan pangan bukan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan
pendapatan, namun juga disebabkan oleh perubahan pola konsumsi masyarakat
termasuk diantaranya perubahan konsumsi protein nabati ke protein hewani. Revolusi
peternakan dapat diartikan sebagai suatu rangkaian proses yang saling terkait dalam hal produksi, konsumsi, dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat. Proses-proses tersebut diatas akan mendorong peningkatan kapasitas
produksi saat ini.
Hasil ternak merupakan bagian dari produk pangan sebagaimana produk pangan
yang lain seperti biji-bijian, sayuran, buah-buahan, perikanan, dan lain-lain.
Oleh karena itu penerapan teknologi pada hasil-hasil ternak tidak terlepas dari
pembahasan masalah teknologi pangan itu sendiri. Teknologi hasil ternak
merupakan ilmu terapan yang dikenakan pada hasil-hasil ternak dengan melibatkan
berbagai disiplin ilmu seperti ilmu kimia, biokimia, fisika, dan mikrobiologi.
Winarno (1993) menyebutkan bahwa teknologi adalah suatu ilmu terapan yang
memanfaatkan ilmu kimia, biokimia, fisika, fisikokimia, serta sifat biologis
bahan pangan. Dengan demikian cakupan ilmu teknologi hasil ternak cukup luas.
Lebih lanjut Winarno (1993) menjelaskan bahwa sifat kimiawi dari bahan pangan
meliputi (a) komposisi protein, lemak dan karbohidrat, (b) reaksi kimia yang
terjadi bila diolah, (c) interaksi antara zat-zat yang terkandung dalam bahan
pangan itu dengan zat kimia aditif. Sedangkan sifat-sifat biokimia berkaitan
erat dengan aktivitas enzimatis lepas mortem atau panen dan terhadap kehadiran
bahan-bahan yang mempengaruhi aktivitas fisiologis seperti vitamin. Sifat fisik
bahan pangan meliputi warna, berat jenis, indeks refraksi, viskositas, tekstur,
dan berbagai konstanta panas. Sifat fisikokimia berkaitan erat dengan
sifat-sifat suatu bentuk larutan, koloid, dan kristal yang terjadi di dalam
makanan. Sedangkan sifat biologis dititikberatkan pada aspek mikrobiologis
seperti aktivitas mikroorganisma yang terdapat pada bahan makanan baik yang
terlibat pada proses fermentasi maupun pembusukan.
Pengetahuan
teknologi (technological knowledge) merupakan pengetahuan mengenai
proses-proses fisik yang secara operasional terwujud dalam
teknologi. Sehingga kemampuan berteknologi (tecnological capability) merupakan
usaha untuk menggunakan tenaga teknologi secara efektif yang dapat dicapai
melalui upaya teknologis (tecnological effort) . Tujuan
positifnya bagi manusia yang akan dicapai , sementara dampak sampingan yang
negatif perlu diperkecil.
Maka dari itulah masyarakat peternak perlu mengetahui dan mengenal teknologi
peternakan agar dapat menunjang masyarakat peternak untuk dapat bersaing dan
meningkatan mutu. Dari situlah yang menjadi latar belakang makalah ini yang
berjudul Teknologi Peternakan dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Masyarakat
Peternak.
I.2
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah Teknologi Peternakan dalam Upaya Peningkatan Daya Saing
Masyarakat Peternak, yaitu :
1.
Apa
penyebab yang membuat masyarakat peternak kurang bersaing saat ini?
2.
Bagaimana
cara yang harus dilakukan masyarakat peternak agar mampu bersaing?
3.
Apa
macam-macam dari teknologi peternakan yang ada di masyarakat?
I.3
Tujuan
Tujuan
dalam makalah Teknologi Peternakan dalam Upaya Peningkatan Daya Saing
Masyarakat Peternak, yaitu :
1.
Untuk
mengetahui penyebab yang membuat masyarakat peternakan kurang bersaing saat
ini.
2.
Untuk
mengetahui cara yang harus dilakukan masyarakat peternak agar mampu bersaing.
3.
Untuk
mengetahui macam-macam dari teknologi peternakan yang ada di masyarakat.
4.
Sebagai
nilai ujian akhir semester (UAS) mata kuliah Bahasa Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teknologi adalah ilmu pengetahuan dan seni yang
ditransformasikan ke dalam produk, proses, jasa, dan struktur terorganisasi
yang pada dasarnya merupakan seperangkat instrumen ekspansi kekuasaan manusia
sehingga dapat menjadi sumber daya cara baru untuk menciptakan kekayaan melalui
peningkatan produktivitas. (M. Sahari Bahari, 2008)
Teknologi berhubungan dengan banyak aspek, tak
terkecuali peternakan. Teknologi peternakan kini menjadi penting karena
termasuk bidang yang mampu meningkatkan pembangunan di Indonesia. Tahun 2003
sebagai Tahun Kebangkitan Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia merupakan
tahun yang penting bagi pembangunan agrobisnis berbasis peternakan nasional.
Tahun kebangkitan peternakan didasari fakta bahwa pembangunan peternakan
merupakan bagian dari pembangunan nasional yang penting. Adapun salah satu
tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia
secara berkelanjutan, yang dilakukan dengan perbaikan gizi untuk mewujudkan
keluarga mandiri sadar gizi sebagai dasar pembentukan manusia Indonesia masa
depan. Selain itu, pembangunan peternakan juga bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan peternak, ketahanan pangan, pelestarian lingkungan
hidup, dan devisa negara. (H. Rahmat Rukmana, 2005)
BAB
III
PEMBAHASAN
III.1
Penyebab Masyarakat Peternak Kurang Bersaing Saat Ini
Saat ini masalah yang sedang dialami oleh masyarakat
peternak di Indonesia adalah kurang mampunya mereka bersaing dalam dunia
peternakan. Masalah tersebut sudah tentu oleh disebabkan oleh banyak hal, mulai
dari perawatan ternak hingga produksi ternak.
Beberapa
penyebab masyarakat peternak kurang mampu bersaing, yaitu pertama, pendapatan
peternak tradisional masih belum cukup untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Kenyataan ini berhubungan dengan menurunnya harga riil dari komuditas primer peternakan selama hampir 100 tahun,
sedangkan harga riil produk olahannya, seperti ayam olahan (chicken nugget,
fried chicken, sosis, dll) cenderung meningkat.
Kedua,
rendahnya produktivitas. Contohnya peternakan tradisional
yang dikembangkan di pedesaan, keterbatasan kepemilikan lahan dan modal,
tingkat pengetahuan dan teknologi yang minim menyebabkan semakin berkurangnya
minat beternak yang akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas. Dan, status
keterbelakangan seringkali diidentikan dengan peternak tradisional Indonesia.
Ketiga, “kekalahan” peternak tradisional. Secara umum struktur usaha
peternak di Indonesia di dominasi oleh peternak tradisional dengan jumlah peternak yang begitu banyak tetapi ouput
per unit usaha relatif kecil dibandingkan dengan pasar. Peternakan didominasi oleh usaha
peternak tradisional yang umumnya hanya berupa usaha sambilan keluarga
sehingga relatif kecil dan tidak memenuhi syarat skala ekonomis. Akibatnya,
peternak hanya berperan sebagai price taker berhadapan dengan pengusaha yang
secara spasial seringkali bersifat monopolistik dan oligopolistik.
Keempat, homogenitas pemeliharaan ternak. Adanya kecenderungan peternak
tradisional diarahkan untuk menjadi peternak non lokal karena perputaran modal
yang relatif cepat dibandingkan jenis ternak lokal (seperti ayam kampung, itik,
kambing, sapi, dll). Disamping itu, informasi yang diberikan ke peternak baik
melalui media massa maupun penyuluhan seakan-akan diarahkan untuk mendukung
homogenitas pemeliharaan ternak, contoh pola kemitraan. Sehingga, budaya
peternak tradisional secara tidak sadar tergeserkan dan akhirnya pola yang
terkesan dipaksakan tersebut menyebabkan tingkat kerugian yang cukup besar.
III.2 Cara yang Harus
Dilakukan Masyarakat Peternak Agar Mampu Bersaing
Dunia
peternakan kedepan menghadapi tantangan besar. Alasannya, pertama, jumlah
penduduk Indonesia yang semakin besar, dimana diikuti dengan tingkat konsumsi
daging sapi, susu, daging dan telur ayam yang masih rendah sehingga membuka
peluang yang cukup besar dimasa mendatang. Tercatat, Indonesia menduduki posisi
terendah tingkat konsumsinya setelah Bangladesh di negara Asean yaitu daging
(7,10 kg/kapita/tahun), telur (3,48 kg/kapita/tahun) dan susu (6,50
liter/kapita/tahun). Kedua, jagung dan tepung ikan yang merupakan bahan baku
pakan ternak dan ketergantungannya terhadap impor cukup besar merupakan peluang
usaha. Dan, ketiga, dalam jangka panjang bagaimana berorientasi ekspor meskipun
diperlukan kerja keras.
Dengan melihat tantangan yang sekaligus potensi yang ada, maka diperlukan modernisasi peternakan sedini mungkin. Tentunya dengan tidak meninggalkan kondisi peternakan Indonesia yang didominasi oleh peternak tradisional.
Dengan melihat tantangan yang sekaligus potensi yang ada, maka diperlukan modernisasi peternakan sedini mungkin. Tentunya dengan tidak meninggalkan kondisi peternakan Indonesia yang didominasi oleh peternak tradisional.
Artinya, pembangunan peternakan kedepan tidak menimbulkan
kesenjangan antara pihak industri yang mempunyai teknologi dengan modal dan pihak peternak
tradisional yang minim teknologi dan modal. Sehingga pengembangan peternakan
tersebut harus hati-hati.
Pengembangan peternakan jelas akan membentuk cara
produksi yang baru, sehingga akan tercipta formasi sosial yang baru pula.
Formasi sosial merupakan gejala dimana dua atau lebih cara produksi hadir
secara bersamaan dalam masyarakat, dan salah satu cara produksi mendominasi yang
lainnya (Arief Budiman, 1995). Ketika suatu cara produksi kapitalis yang
dominan, maka disebut formasi kapitalis, begitu pula ketika cara produksi
trasidional atau feodal yang dominan (Arif Satria, 2001).
Konsep formasi sosial itu perlu dipahami sehingga masyarakat
tidak melihat secara hitam dan putih. Memang dibutuhkan waktu yang lama untuk
merombak formasi sosial tradisional menjadi formasi sosial kapitalis, sehingga
dalam kondisi ini diperlukan transformasi dari formasi sosial kapitalis yang
memiliki teknologi dan modal ke formasi sosial tradisional yang tidak memiliki
teknologi dan modal. Dan, akhirnya tercipta suasana yang cair dalam membangun.
III.3 Macam-macam
Teknologi Peternakan
Beberapa teknologi
peternakan yang dapat digunakan masyarakat peternak untuk meningkatkan mutu dan
daya saing dengan menggunakan penerapan prinsip bioteknologi dalam
bidang peternakan antara lain sebagai berikut:
1. Teknologi
Transplantasi Nukleus
Teknologi ini lebih dikenal dengan teknologi kloning yaitu teknologi yang
digunakan untuk menghasilkan individu duplikasi (mirip dengan induknya).
Teknologi kloning telah berhasil dilakukan pada beberapa jenis hewan. Salah
satunya adalah pengkloningan domba yang dikenal dengan domba Dolly. Melalui
kloning hewan, beberapa organ manusia untuk keperluan transplantasi penyembuhan
suatu penyakit berhasil dibentuk.
2. Teknik
Inseminasi Buatan
Teknik ini dikenal dengan nama kawin suntik, adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan sperma yang telah
dicairkan dan diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam
saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang
disebut “insemination gun”. Teknik inseminasi buatan memiliki beberapa tujuan,
yaitu:
a.
Memperbaiki mutu genetika ternak.
b. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas
dalam jangka waktu yang lebih lama.
c.
Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur.
d. Mencegah menularan dan penyebaran penyakit
kelamin.
3. Transfer Embrio
Apabila kawin suntik memfokuskan pada sperma jantan, maka transfer embrio
tidak hanya potensi dari jantan saja yang dioptimalkan, melainkan potensi
betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal.
Teknik transfer embrio ini, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer pada induk titipan dengan kualitas yang tidak perlu bagus tetapi memiliki kemampuan untuk bunting.
Teknik transfer embrio ini, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer pada induk titipan dengan kualitas yang tidak perlu bagus tetapi memiliki kemampuan untuk bunting.
Embrio yang akan ditransfer ke resipien disimpan dalam foley kateter dua
jalur yang steril (tergantung ukuran serviks). Sebelum dilakukan panen embrio,
bagian vulva dan vagina dibersihkan dan disterilkan dengan kapas yang
mengandung alcohol 70%. Embrio yang didapat dapat langsung di transfer ke dalam
sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada waktu lain.
4.
Teknologi Transgenik
Hewan transgenik adalah hewan yang telah mengalami rekayasa genetika
sehingga dihasilkan hewan dengan sifat yang diharapkan. Teknologi transgenik
pada hewan dilakukan dengan cara penyuntingan fragmen DNA secara mikro ke dalam
sel telur yang telah mengalami pembuahan. Tujuan dari teknologi ini adalah
meningkatkan produk dari hewan ternak seperti daging susu, dan telur.
Contoh dari hewan yang mengalami teknologi ini adalah domba transgenik. Jadi DNA domba ini disisipi dengan gen manusia yang disebut factor VIII ( merupakan protein pembeku darah). Berkat penyusupan gen tersebut, domba menghasilkan susu yang mengandung factor VIII yang dapat dimurnikan untuk menolong penderita hemophilia.
Contoh dari hewan yang mengalami teknologi ini adalah domba transgenik. Jadi DNA domba ini disisipi dengan gen manusia yang disebut factor VIII ( merupakan protein pembeku darah). Berkat penyusupan gen tersebut, domba menghasilkan susu yang mengandung factor VIII yang dapat dimurnikan untuk menolong penderita hemophilia.
Rekayasa genetika juga dapat melestarikan spesies langka. Sebagai contoh,
sel telur zebra yang sudah dibuahi lalu ditanam dalam kuda spesies lain.
Spesies lain yang dipinjam rahimnya ini disebut surrogate. Hal ini sudah
diterapkan pada spesies keledai yang hamper punah di Australia. Teknik pelestarian dengan rekaya genetika
berguna, dengan alasan:
a. Induk dari
spesies biasa dapat melahirkan anak dari spesies langka.
b. Telur hewan langkah yang sudah dibuahi
dapat dibekukan, lalu disimpan bertahun-tahun meskipun induknya sudah mati.
Jika telah ditemukan surrogate yang sesuai, telur tadi ditransplantasi.
5. Hormon BST (Bovine Somatotrophin)
Dengan rekayasa genetika dihasilkan hormon pertumbuhan dewan yaitu BST. Caranya adalah:
a. Plasmid
bakteri E.Coli dipotong dengan enzim endonuklease
b. Gen
somatotropin sapi diisolasi dari sel sapi
c. Gen
somatotropin disisipkan ke plasmid bakteri
d. Bakteri yang menghasilkan bovin somatotropin ditumbuhan dalam tangki
fermentasi
e. Bovine somatotropin diambil dari bakteri dan dimurnikan.
Hormon ini dapat memicu pertumbuhan dan meningkatkan produksi susu. BST ini mengontrol laktasi (pengeluaran susu) pada sapi dengan meningkatkan jumlah sel-sel kelenjar susu. Jika hormon yang dibuat dengan rekayasa genetika ini disuntuikkan pada hewan, maka produksi susu akan meningkat 20%.
Pemakaian BST telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration), lembaga pengawasan obat dan makanan di Amerika. Amerika berpendapat nsusu yang dihasilkan karena hormon BST aman di konsumsi tapi di Eropa hal ini dilarang karena penyakit mastitis pada hewan yang diberikan hormon ini meningkat 70%. Selain memproduksi susu, hormon ini dapat memperbesar ukuran ternak menjadi 2 kali lipat ukuran normal. Caranya dengan menyuntik sel telur yang akan dibuahi dengan hormon BST. Daging dari hewan yang diberi hormon ini kurang mengandung lemak. Sehingga dikhawatirkan hormon ini dapat mengganggu kesehatan manusia.
Hormon ini dapat memicu pertumbuhan dan meningkatkan produksi susu. BST ini mengontrol laktasi (pengeluaran susu) pada sapi dengan meningkatkan jumlah sel-sel kelenjar susu. Jika hormon yang dibuat dengan rekayasa genetika ini disuntuikkan pada hewan, maka produksi susu akan meningkat 20%.
Pemakaian BST telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration), lembaga pengawasan obat dan makanan di Amerika. Amerika berpendapat nsusu yang dihasilkan karena hormon BST aman di konsumsi tapi di Eropa hal ini dilarang karena penyakit mastitis pada hewan yang diberikan hormon ini meningkat 70%. Selain memproduksi susu, hormon ini dapat memperbesar ukuran ternak menjadi 2 kali lipat ukuran normal. Caranya dengan menyuntik sel telur yang akan dibuahi dengan hormon BST. Daging dari hewan yang diberi hormon ini kurang mengandung lemak. Sehingga dikhawatirkan hormon ini dapat mengganggu kesehatan manusia.
BAB
IV
PENUTUP
IV.1 Simpulan
Saat ini
masalah yang sedang dialami oleh masyarakat peternak di Indonesia adalah kurang
mampunya mereka bersaing dalam dunia peternakan. Masalah tersebut sudah tentu
oleh disebabkan oleh banyak hal, mulai dari perawatan ternak hingga produksi
ternak.
Beberapa
penyebab masyarakat peternak kurang mampu bersaing, yaitu pertama, pendapatan
peternak tradisional masih belum cukup untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Kedua, rendahnya produktivitas. Ketiga, “kekalahan” peternak
tradisional. Keempat, homogenitas pemeliharaan ternak.
Pengembangan peternakan jelas akan membentuk cara produksi yang
baru, sehingga akan tercipta formasi sosial yang baru pula. Formasi sosial
merupakan gejala dimana dua atau lebih cara produksi hadir secara bersamaan
dalam masyarakat, dan salah satu cara produksi mendominasi yang lainnya.
Beberapa teknologi
peternakan yang dapat digunakan masyarakat peternak untuk meningkatkan mutu dan
daya saing dengan menggunakan penerapan prinsip bioteknologi dalam
bidang peternakan, yaitu teknologi
transplantasi nukleus, tehnik
inseminasi buatan, transfer embrio, teknologi transgenik, dan hormone BST (Bovine
Somatotrophin).
DAFTAR
PUSTAKA
Basari, M. Sahari. 2008. Teknologi di Nusantara : 40 Abad Hambatan
Inovasi. Jakarta: Salemba Teknika.
Budiman,
Arief. 1995. Teori
Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rukmana, H. Rahmat. 2005. Budi Daya Rumput Unggul. Yogyakarta: Kanisius.
Satria, Arif. 2002. Pengantar Sosiologi
Masyarakat Pesisir. Jakarta: Cidesindo.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi Teknologi
dan Konsumen. Indonesia: Gramedia
Pustaka.