Meski masih duduk di kelas 6 SD Negeri 07 Tanjung Duren Utara,
Jakarta, namun berkat prestasinya di bulutangkis Jonathan Christie
berhasil mendapatkan penghargaan Satya Lencana dari Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) pada awal tahun 2009.
Jonathan mampu
mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional dengan meraih dua
emas dan satu perak pada cabang bulutangkis olimpiade pelajar sekolah
dasar se-Asia Tenggara di Jakarta pada tahun 2008.
Atas
keberhasilan tersebut anak kelahiran 15 September 1997 tersebut
mendapatkan penyematan penghargaan Satya Lencana sebagai anak bangsa
yang berhasil menorehkan berprestasi pada bidang olahraga.
Pada
event itu Jonathan berhasil mempersembahkan dua emas bagi Indonesia
pada nomor tunggal putra dengan mengalahkan rekan senegaranya, Rohmat
dengan skor 21-19 dan 21-17 serta ganda campuran berpasangan dengan Lya
Ersalita, membungkam pasangan asal Malaysia 21-14 dan 21-18.
Namun
pada final ganda putra, Jonathan yang berpasangan dengan musuhnya di
tunggal putra, yakni Rohmat harus puas mendapatkan perak setelah takluk
di tangan pasangan Malaysia dengan skor 19-21 dan 20-22.
“Tetapi
saya tetap puas bisa meraih dua emas dan satu perak karena ajangnya
pada tingkat internasional,” kata putra pasangan Andreas Adisiswa dan
Marlanti tersebut, saat ditemui pada kejuaraan bulutangkis usia dini
tingkat nasional “Tetra Pak Open Milk Cup” 2009 di GOR Asia Afrika,
Senayan, Jakarta, Selasa.
Sebelum meraih prestasi pada
ajang se-Asean tersebut, Jo juga sudah membuktikan diri sebagai calon
atlet bulutangkis harapan Indonesia dengan meraih gelar pada sejumlah
turnamen.
Selain mempersembahkan medali emas dan perak,
Jo juga meraih lima gelar juara pada berbagai kejuaraan bulutangkis
usia dini selama 2008, yakni juara I kejuaraan daerah (kejurda) DKI
Jakarta, juara I kejuaraan usia dini BM-77, juara I kejuaraan Astec,
juara I, juara I Olimpiade Olahraga dan Siswa Nasional (O2SN) dan juara
I pada nomor tunggal putra anak pada kejuaraan “Tetra Pak Open Milk
Cup” 2008.
Atlet belia yang mengidolakan pemain
bulutangkis Taufik Hidayat dan Lin Dan asal China itu, sejak duduk di
bangku kelas 3 SD sudah menjadi kampium pada kejuaraan cabang
(kejurcab) Jakarta Timur.
Jo mengisahkan saat duduk di
kelas 1 SD Santa Antonius Jakarta Timur, sekolah tempat belajarnya
hanya menyediakan pelajaran ekstrakurikuler olahraga basket, sepakbola,
taekwondo dan bulutangkis, tetapi bapaknya menginginkan Jo berlatih
bulutangkis dengan alasan latihannya di dalam ruangan.
“Papa
maunya saya ikut bulutangkis saja karena takut kulit anaknya hitam
kalau ikut cabang olahraga basket, sepakbola atau taekwondo,” kata Jo
dengan polosnya.
Sejak itulah, sang bapak, Andreas
mendukung Jo untuk menekuni olahraga tepak bulu tersebut dan berlatih
di klub Taurus, hingga meraih juara pada sejumlah turnamen.
Andreas
melihat Jo memiliki potensi besar menjadi atlet masa depan sehingga
memberikan program latihan rutin yang didukung dengan pola makanan yang
bergizi untuk menunjang pertumbuhan postur tubuhnya. Alhasil, meski
masih duduk di kelas 6 SD, namun Jo sudah memiliki tinggi badan hingga
166 sentimeter dan berat mencapai 60 kilogram.
“Jo
menjalani latihan pagi dan sore, sedangkan menu makannya menghabiskan
daging sapi hingga 8 ons per harinya,” kata Andreas seraya menambahkan
saat ini Jo bernaung di klub bulutangkis Tangkas Alfamart Jakarta.
Selain
mendapatkan Satya Lencana dari Presiden SBY, Jo juga mendapat
tanggungan biaya hidup dari klub Tangkas Alfamart termasuk dana untuk
mengikuti pertandingan bulutangkis baik turnamen yang sudah diagenda
secara rutin Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) maupun
sponsor atau swasta.
Bahkan bocah yang memiliki hobi
renang dan mendengarkan musik tersebut, pernah bermain film layar lebar
berjudul “King” yang menceritakan tentang mantan atlet bulutangkis
Indonesia, “Si Raja Smes” Liem Swie King karya produser Ary Sihasale.
Namun
demikian, Andreas maupun pelatih bulutangkisnya, Hendra Saputra
sepakat agar Jo tidak lagi menerima tawaran main film karena mengganggu
pola latihan dan lebih konsentrasi untuk menjadi atlet masa depan.
Rekor Rudi Hartono
Perjalanan
Jo untuk meraih prestasi pada cabang bulutangkis masih panjang
mengingat usianya yang masih belia sehingga bisa berkembang untuk
menggenggam asa dan cita-citanya mengharumkan nama Indonesia di pentas
olahraga.
Namun demikian, dari sekian cita-citanya yang
sangat didambakan Jo, yakni ingin memecahkan rekor maestro bulutangkis
Indonesia, Rudi Hartono sebagai atlet termuda yang menjuarai turnamen
“All England” di bawah usia 17 tahun.
“Saya yakin bisa
memecahkan rekor Om Rudi asalkan berlatih dengan keras,” kata Jo yang
memiliki moto “latihan, latihan dan latihan” tersebut.
Agar
meraih harapannya tersebut, Jo berlatih keras mulai pukul 05.30 WIB
hingga 06.30 WIB dan dilanjutkan latihan rutin di klub Tangkas Alfamart
Jakarta sejak pukul 17.00 WIB ditambah pengaturan pola makanan yang
bergizi.
Disinggung alasan memilih berlatih di Tangkas
Alfamart, Andreas mengungkapkan klub tersebut paling banyak mencetak
atlet bulutangkis yang berprestasi di tingkat dunia, antara lain Joko
Suprianto, Hendrawan, Ricky Subagja, Rexy Mainaki, Nova Widianto,
Lilyana Natsir dan Hermawan Susanto.
Pada tahun 2009, Jo
yang masih masuk kategori tunggal putra pemula wajib mengikuti delapan
kejuaraan sirkuit nasional yang diselenggarakan oleh PBSI, antara lain
Indonesia Terbuka, Bandung, Cilegon serta Tegal.
Andreas
mengungkapkan Jo termasuk atlet bulutangkis usia dini yang menonjol
dibanding atlet lainnya yang termasuk kategori tunggal putra pemula
karena usianya termuda yakni 11 tahun 9 bulan, sedangkan rekan
seangkatannya sudah memasuki usia 14 tahun.
Dalam waktu
dekat, Andreas menargetkan putranya tersebut segera masuk kategori
remaja pada sirkuit nasional yang diagendakan secara rutin oleh PBSI.
“Setelah
masuk kategori remaja, Jo tinggal dipoles secara teknik untuk masuk
taruna dan pratama serta ikut seleksi nasional jadi atlet pelatnas
PBSI,” ujar Andreas
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sifat Aslinya Beda Jauh dengan Arya
Jonathan
Christie, pemeran Arya di film King, ternyata seorang pebulu tangkis
muda potensial. Kemampuan bermainnya cukup menawan.
_________
AROGAN,
sombong, dan egois. Begitulah watak Arya, sosok bocah dari keluarga
mapan di film King yang diperankan Jonathan Christie. Jonathan pun
mampu memainkan peran itu dengan apik sehingga mengundang kegeraman
penonton.
Dalam film besutan Ari Sihasale itu, Arya juga
digambarkan sebagai bocah yang tidak disiplin. Arya sering terlambat
berlatih. Karena sikapnya itu, Arya gagal masuk seleksi PB Djarum Kudus.
Kendati dalam permainan, dia mampu tampil lebih bagus daripada Guntur,
tokoh utama film King.
Dua kali Arya mampu mengalahkan
Guntur. Tapi, nasib Arya berbanding terbalik dengan Guntur saat
pengumuman seleksi. Arya tidak diterima, sebaliknya Guntur berhasil
masuk PB Djarum.
“Banyak orang yang memandang saya sama
dengan Arya di film. Padahal, aslinya saya tidak begitu lho,” kata
Jonathan ketika berbincang dengan Jawa Pos di GOR Asia Afrika, Jakarta,
akhir pekan lalu.
Sepintas dari apa yang dirasakan Jawa
Pos, di GOR Asia Afrika saat itu, Jonathan memang bukan bocah yang
tipikalnya seperti Arya. Bocah berusia 12 tahun tersebut adalah anak
yang ramah. Jonathan tidak pelit tersenyum. Bahkan, putra pasangan
Andreas Adi Siswa dan Marlanti Djaja itu dengan telaten memenuhi
permintaan bocah-bocah yang meminta tanda tangannya.
Jonathan
juga tidak segan berlari mengikuti langkah beberapa bocah yang
mengajaknya berfoto bersama di tempat agak jauh dari tempatnya berdiri.
“Papa sama mama selalu menekankan agar saya tidak sombong. Selain itu,
saya diminta untuk disiplin kalau mau berprestasi di bulu tangkis,”
ujarnya.
Jonathan selalu mengikuti nasihat orang tuanya.
Dia juga berusaha untuk selalu baik kepada siapa pun. Jonathan selalu
disiplin dalam menjalankan rutinitasnya. Terutama dalam berlatih bulu
tangkis.
Latihan bulu tangkis? Ya, Jonathan memang
menekuni bulu tangkis. Sehari-hari waktunya dihabiskan untuk bulu
tangkis. Dua kali dalam sehari dia berlatih di klub Tangkas Jakarta.
Latihan pagi mulai pukul 07.30-11.00 dan latihan sore pada pukul
15.00-17.00.
“Saya selalu berusaha tepat waktu untuk
berlatih. Sebab, saya ingin serius di sini. Saya bercita-cita pada umur
16 nanti sudah bisa masuk pelatnas,” ucapnya mantap.
Kedisiplinan
Jonathan tak hanya untuk urusan latihan di klub. Demi menjadi pebulu
tangkis hebat, dia juga tidak pernah lupa untuk berlatih sendiri di
rumah setiap pagi, tepatnya mulai pukul 05.30-06.30.
“Latihan di rumah itu untuk fisik. Saya selalu melakukannya setiap pagi,” ungkapnya.
Kedisiplinan
Jonathan sedikit banyak telah membuahkan hasil. Dari sisi teknis,
kemampuan bermainnya menawan, seperti yang diperlihatkan di film King.
Prestasinya
pun cukup cemerlang. Di usianya yang belum genap 13 tahun, beragam
gelar juara telah disabetnya. Baik itu di tingkat daerah, nasional,
maupun internasional.
Akhir pekan lalu, Jonathan berhasil
menjadi yang terbaik di Milo School Competition (MSC) 2010 wilayah
Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, dua gelar sekaligus direngkuhnya,
yakni di tunggal pria dan ganda pria.
“Gelar ini
merupakan penambah motivasi. Papa dan mama selalu mengingatkan bahwa
saya harus terus belajar dan berlatih. Sebab, targetnya bukan di sini,
tapi di masa nanti, yakni juara di tingkat dunia,” jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar